Biaya Kuliah Kedokteran Harus Murah Jika Ingin Distribusi Dokter Merata

29-03-2017 / KOMISI IX

 

Penyebaran dokter dan dokter spesialis di Tanah Air hingga saat ini masih tidak merata. Biaya pendidikan kedokteran yang melangit menjadi salah satu penyebab ketimpangan dalam distribusi dokter. Hal tersebut diungkapan Anggota Komisi IX Ahmad Zainuddin dalam keterangan persnya,  Rabu, (29/03) di Jakarta.

 

Dia mencontohkan, seorang siswi bernama Suharsi harus menelan pil pahit lantaran batal meneruskan pendidikannya di Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Padahal alumni SMAN 1 Sigi ini telah berstatus sebagai mahasiswi universitas tersebut setelah lulus SNMPTN 2016.

 

"Suharsi harus meninggalkan mimpinya menjadi dokter karena tidak mampu membayar biaya masuk sebesar Rp 275 juta. Biaya itu untuk masuk ke Universitas Tadulako di Sulawesi Tengah. Bagaimana dengan biaya di kampus-kampus favorit di Jawa? Bagaimana juga dengan biaya masuk pendidikan spesialis? Tentu lebih mahal," kata Zainuddin. 

 

Dia mengatakan, mahalnya biaya pendidikan kedokteran menyebabkan para dokter banyak yang lebih berpikir pragmatis daripada tanggungjawab kemanusian dan pengabdian. Bila pemerintah tidak mampu mengatasi mahalnya pendidikan kedokteran, menurut politikus PKS ini, selamanya tidak akan terjadi pemerataan distribusi dokter dan dokter spesialis. 

 

"Karena setiap dokter akan mencari tempat praktik yang cepat menghasilkan uang banyak yaitu di kota-kota besar dan daerah padat penduduk. Dan mereka merasa pemerintah tidak berhak terlalu banyak mengatur mereka," imbuhnya.

 

Perpres No 4 tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) yang baru saja diteken Presiden Joko Widodo tidak akan sukses karena para dokter sepesialis hanya akan berada di daerah tempat wajib kerja satu atau dua hari saja dalam seminggu. Selebihnya, dokter bersangkutan akan praktik di tempat lain yang akan menghasilkan uang lebih banyak. 

 

"Usai wajib kerja tentu mereka akan meninggalkan daerah tersebut sama sekali. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan akses dan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan spesialistik dengan mengeluarkan perpres tersebut justru terancam gagal karena tidak menyentuh akar utama permasalahan," cetusnya. 

 

Anggota DPR RI asal Dapil Jakarta Timur ini mengatakan, membuat kebijakan pendidikan kedokteran yang murah dan terjangkau umumnya lapisan masyarakat adalah solusi yang harus ditempuh pemerintah bila serius ingin menyelesaikan pemerataan distribusi dokter dan dokter spesialis. Dan itu artinya pemerintah perlu mengalokasikan anggaran untuk membiayai pendidikan kedokteran. 

 

"Sehingga anak-anak dari daerah dan pelosok pun bisa mengenyam pendidikan kedokteran. Setelah itu pemerintah bisa memaksa mereka bekerja di daerah masing-masing," pungkasnya. (ria,mp)

BERITA TERKAIT
Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Komisi IX Minta Masyarakat Tak Panik
10-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengapresiasi langkah cepat Kementerian Kesehatan terkait ditemukannya virus Human...
Dukung MBG, Kurniasih: Sudah Ada Ekosistem dan Ahli Gizi yang Mendampingi
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyatakan dukungannya terhadap implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Nurhadi Tegaskan Perlunya Pengawasan Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menegaskan komitmennya untuk mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Dukung Program MBG, Legislator Tekankan Pentingnya Keberlanjutan dan Pengawasan
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Pemerintah secara resmi meluncurkan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) pada 6 Januari 2025 di 26 provinsi. Program...